Padangsidimpuan – Mitra Poldasu
Di tengah derasnya arus urbanisasi dan kompetisi ekonomi modern, Kepala Desa Purbatua Pijorkoling, Muhammad Yusuf, menjelma sebagai figur visioner yang sukses mengantar Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lapansa menjadi motor penggerak kemandirian ekonomi sekaligus destinasi wisata terpadu yang kini mulai diperhitungkan di kancah nasional.
Laboratorium Kewirausahaan Desa
Dalam keterangannya kepada mitrapoldasu.com, Jumat (20/06/2025), Yusuf menegaskan bahwa BUMDes bukan semata entitas bisnis, tetapi sebuah laboratorium kewirausahaan yang mengintegrasikan proses produksi, pemasaran, hingga pengelolaan usaha modern dalam satu ekosistem terpadu.
“Kami ingin membuktikan bahwa desa bukan hanya objek pembangunan—desa adalah subjek utama perubahan. Lapansa lahir agar setiap warga bisa naik kelas tanpa harus meninggalkan kampung halaman,” ujar Yusuf.
Ekosistem Usaha Terpadu Berbasis Lokal
BUMDes Lapansa saat ini membina enam unit gerai kuliner: Warung Marpupuro, Nasi Beserak Mak Rafif, Warung Parsim, Warung Mie Balap Medan, Warung Batubara, dan Warung Aneka Jajanan Mak Zahira. Semua usaha tersebut mengusung konsep lokal—mengolah bahan baku dari desa dengan resep turun-temurun.
Tak hanya itu, kawasan BUMDes Lapansa juga dilengkapi dengan: 10 unit pondok lesehan berkapasitas 6–10 orang, Fasilitas karaoke keluarga, Kolam dengan wahana perahu bebek-bebek, Arena bermain anak lengkap dengan mandi bola dan playground standar SNI, Kamar mandi, Musollah dan Spot swafoto alami berlatar bukit Purbatua yang menawan
Potensi Lokal, Pilar Pembangunan
Muhammad Yusuf menekankan pentingnya pembangunan berbasis potensi lokal, mulai dari kuliner tradisional, hingga ekowisata alam sebagai fondasi menciptakan lapangan kerja berkelanjutan dan memperkuat ketahanan ekonomi desa.
Salah satu bukti keberhasilan strategi ini adalah tumbuhnya unit-unit usaha rintisan yang kini menjelma sebagai magnet wisata kuliner dan destinasi unggulan di kawasan tersebut.
“Kami ingin Purbatua Pijorkoling tak sekadar dikenal sebagai desa, tapi sebagai destinasi wisata berbasis budaya lokal dengan daya saing nasional,” tambahnya.
Dari Desa untuk Indonesia
Kunci keberhasilan BUMDes Lapansa, menurut Yusuf, terletak pada pendampingan penuh terhadap pelaku usaha—mulai dari pelatihan produksi, desain kemasan, hingga promosi digital di berbagai platform.
“Kami tidak hanya membina, tapi membangun ekosistem. Dari peracik produk hingga promosi digital—semuanya dilakukan oleh warga desa sendiri,” jelasnya.
Dalam waktu dekat, ia merencanakan kolaborasi strategis antara BUMDes dan Koperasi Merah Putih yang telah terbentuk di desa mereka.
“Cita-cita kami ke depan, usaha-usaha ini akan dikolaborasikan dengan koperasi agar hasilnya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat dan membangkitkan ekonomi secara kolektif,” ujarnya.
Suara Warga: Terbantu dan Bangga
Dewi Puspa Hasibuan (46), pemilik Warung Marpupuro di kompleks BUMDes, mengungkapkan rasa syukur dan bangganya karena bisa mengais rezeki dari usaha kuliner berbasis warisan keluarga.
Sementara itu, Ali Juni Nasution (64), warga Salambue dan pelanggan kopi arang setia, menyebut bahwa Lapansa sangat layak dikunjungi.
“Harga makanannya standar, rasanya enak, dan yang paling menarik adalah suasana alam yang masih asri dan sejuk,” katanya.
Dengan semangat kolektif, keberpihakan pada kearifan lokal, dan kepemimpinan yang inklusif, Muhammad Yusuf membawa BUMDes Lapansa sebagai bukti nyata bahwa transformasi desa bukan mimpi—ia sedang terjadi.
Jurnalis : Andi Hakim Nasution